judul

INQUIRY OPERATION >> YOUR SECOND HOME TO GET YOUR SUCCESS<<

Friday, February 15, 2019

Peranan Redoks pada Ekstraksi Logam

Ilustrasi gambar: https://ciptamodel.com


Sebagian besar logam terdapat di alama dalam bentuk senyawa yang dikenal dengan istilah bijih atau mineral. Bijih logam biasanya berupa senyawa oksida, sulfida, karbonat, silikat, halida dan sulfat. berikut adalah contoh bijih logam serta unsur logam yan terkandung didalamnya. 

Bagaimana cara mendapatkan logam murni dari bijih - bijih logam tersebut? Logam - logam tersebut dapat diperoleh dengan cara metalurgi, yaitu proses pengolahan bijih logam menjadi logam. Proses metalurgi dibagi menjadi tiga tahap:

a. Pemekatan Bijih
Pemekatan bijih adalah menghilangkan batuan pengotor yang tidak bermanfaat. Pemekatan dilakukan dengan cara menghancurkan dan menggiling bijih sampai bijih logam terpisah dari batuan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya bijih logam dipisahkan dengan cara pengapungan atau bisa disebut flotasi serta pengumpulan bijih logam dengan magnet.

b. Peleburan (Smealting)
Peleburan adalah pengubahan bijih logam menjadi unsur logam. Proses peleburan biasa disebut proses ekstraksi logam. Hal ini dikarenakan pada proses peleburan, logam diekstraksi dari bijihnya dengan cara mereduksinya dengan unsur atau senyawa tertentu yang bersifat reduktor. Sebagai contoh, pada peleburan Hematit (bijih besi) menjadi logam Fe digunakan aluminium (Al) sebagai zat pereduksi. reaksi yang terjadi pada proses ini disebut reaksi termit. Perhatikan bahwa pada reaksi ini terjadi perubahan bilangan oksidasi yang menandakan terjadinya reaksi redoks:

Fe2O3  +  2Al  รจ 2Fe  + Al2O3

c. Pemurnian (Refining)
Pemurnian adalah pembersihan logam dari zat -zat pengotor sehingga dihasilkan logam yang memiliki kemurnian yang tinggi. Pemurnian logam dapat dilakukan dengan menggunakan proses elektrolisis, Destilasi atau peleburan ulang. (end)


Membedakan Reaksi Redoks dan Bukan Redoks

Reaksi redoks dapat didefinisikan dengan menggunakan tiga konsep yaitu konsep pelepasan dan penerimaan Oksigen, konsep perpindahan electron dan konsep bilangan oksidasi. Masing masing konsep memiliki kelebihan dan kelemahan masing masing, namun dewasa ini konsep yang paling dapat diterima untuk menjelaskan definisi redoks adalah konsep bilangan oksidasi.

Suatu reaksi redoks dapat dibedakan dari reaksi bukan redoks dengan melihat perubahan bilangan oksidasi pada unsur unsur yang menyusun senyawa dalam sebuah reaksi kimia. Jika terdapat unsur yang mengalami kenaikan bilangan oksidasi antara ruas kiri dan ruas kanan dalam sebuah persamaan reaksi artinya unsur tersebut mengalami oksidasi dan bersifat reduktor. Sebaliknya jika terdapat unsur yang mengalami penurunan bilangan oksidasi, artinya unsur tersebut mengalami reduksi dan bersifat oksidator.

Untuk lebih meningkatkan pemahaman terkait cara membedakan reaksi redoks dan bukan redoks, simaklah contoh reaksi berikut ini:




Pada ruas kiri molekul H2 dan Cl2 merupakan unsur bebas sehingga nilai bilangan oksidasinya = 0, sedangkan di ruas kanan atom H dan Cl bergabung dalam bentuk senyawa sehingga bilangan oksidasinya ditentukan dengan menggunakan aturan penentuan bilangan oksidasi sehingga diperoleh biloks unsur H dalam senyawa HCl = + 1 sedangkan biloks Cl = -1. Adanya perubahan biloks antara atom sejenis diruas kiri dan kanan menunjukan bahwa reaksi di atas adalah reaksi redoks. Molekul H2 mengalami oksidasi sedangkan molekul Cl2 mengalami reduksi.

Selanjutnya perhatikan contoh reaksi antara tembaga(I)oksida dan asam klorida berikut ini:


Pada persamaan reaksi di atas semua unsur dalam reaksi tersebut tidak mengalami perubahan bilangan oksidasi. Dengan kata lain bilangan oksidasi unsur sejenis diantara kedua ruas sama. Hal tersebut menunjukan bahwa reaksi kimia tersebut bukanlah reaksi redoks.