Oleh : Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Tulisan ini disadur dari kisahmuslim.com
Sejarah peradaban manusia mencatat banyak nama yang
menggoreskan kisah di lembaran-lembaran zaman tentang keahlian militer yang
layak ditiru. Di antara tokoh militer yang paling cemerlang adalah panglima
Islam Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu. Ia berada di puncak para ahli
strategi militer. Kesimpulan itu berangkat dari kemampuannya menggetarkan
benteng-benteng Persia dan Romawi dalam hitungan tahun yang singkat saja –atas
izin Allah-. Padahal dua kerajaan itu adalah kerajaan adidaya. Karena kepemimpinan
militernya, Islam tersebar di Jazirah Arab, Iraq, dan Syam dengan mulia dan
penuh wibawa.
Saking mengerikan dan hebatnya tipu daya (strategi)
Khalid dalam berperang, sampai-sampai Abu Bakar memujinya dengan ucapan, “Demi
Allah, orang-orang Romawi akan lupa dengan tipu daya setan karena (kedatangan)
Khalid bin al-Walid”. Abu Bakar radhiallahu ‘anhu juga mengatakan,
“Para wanita tidak akan mampu lagi melahirkan seseorang seperti Khalid”.
Kaum muslimin mengenalnya dengan sebutan Saifullah (pedang
Allah). Sebutan itu melekat bermula saat Rasulullah menyebutnya demikian di
hari keislamannya, “Engkau adalah pedang di antara pedang-pedang Allah
yang Dia hunuskan kepada orang-orang musyrik”.
Strategi Khalid
bin al-Walid di Perang Mu’tah
Di Perang Mu’tah –perang yang terjadi pada tahun 8 H-,
3000 pasukan Islam dikepung oleh 100.000 pasukan Romawi. Saat itu, tiga
panglima pasukan kaum muslimin gugur di Mu’tah: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin
Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah radiallahu ‘anhum. Kemudian orang-orang
mengangkat Khalid bin al-Walid menjadi panglima.
Sadar dengan jumlah yang tidak sepadan, Khalid membuat
taktik mundur yang begitu rapi. Gerakan mundur yang direncanakan sedemikian
rupa sehingga musuh takut untuk mengejar. Strategi yang unik, mundur dari medan
perang, tapi musuh yang jumlahnya sangat besar, tersusun, dan bersenjata
lengkap malah merasa ketakutan. Sehingga mereka tidak berani mengejar. Kaum
muslimin pun pulang dengan selamat. Bahkan, setelah peperangan, taktik itu
memberikan ketakutan yang membekas. Pasukan romawi yang sebelumnya meremehkan
kaum muslimin, kini melihat mereka sebagai musuh yang menakutkan.
Peran Besar
Menghadapi Orang-Orang Murtad
Setelah Rasulullah ﷺ
wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi pengganti beliau. Di masa itu,
terjadi gelombang pemurtadan. Sebagian kabilah yang dulunya muslim, kemudian
keluar dari Islam. Yang dulu, membayar zakat di zaman Nabi ﷺ, kini tidak lagi menunaikannya. Madinah mendapat
ancaman. Kebijakan berani pun harus diputuskan oleh khalifah baru.
Abu Bakar menetapkan kebijakan dan sikap tegas atas
pelanggaran ini. Ia mengutus panglima perangnya, Khalid bin al-Walid untuk
membungkam pembangkangan. Melalui keputusan tegas Abu Bakar dan kemampuan
militer Khalid, Allah ﷻ kembalikan kewibawaan kaum
muslimin di Jazirah Arab.
Membebaskan
Negeri-Negeri Irak
Setelah khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq merampungkan
urusan dalam negeri, mulailah beliau berpikir mengamankan daerah perbatasan.
Khususnya wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Persia dan Romawi. Karena
bukan rahasia lagi, dua kerajaan besar ini tengah mempersiapkan diri menyerang
Daulah Islamyah yang baru tumbuh.
Abu Bakar mengutus panglima-panglima terbaiknya untuk
mengamankan perbatasan. Khalid bin al-Walid membawa pasukan besar yang
berjumlah 10.000 orang menuju Irak. Al-Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani
menuju wilayah Hirah. Iyadh bin Ghanam menuju Daumatul Jandal dan kemudian
bergabung ke wilayah Hirah. Dan Said bin al-Ash dengan 7000 pasukan menuju
perbatasan Palestina. Persia dan Romawi pun dibuat sibuk oleh negara kecil yang
berpusat di Madinah itu.
Khalid bin al-Walid berhasil merebut wilayah selatan
Irak, kemudian menaklukkan Hirah. Sementara pasukan Iyadh menghadapi kesulitan
melawan orang-orang Ghasasinah. Khalid pun datang membantu Iyadh. Setelah itu,
ia kembali lagi menuju Irak.
Rencana Menghadapi
Romawi di Syam
Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu mengetahui
Heraclius menyiapkan 240.000 pasukan perang untuk menyerang Madinah, ia sama
sekali tak gentar. Abu Bakar tidak merasa ciut sehingga merasa perlu
merendahkan diri dan mengikat perjanjian damai dengan Kaisar Romawi itu. Ia
meresponnya dengan mengumumkan jihad ke seantero Hijaz, Nejd, dan Yaman.
Seruannya pun disambut dari segala penjuru.
Setelah para mujahid datang, Abu Bakar menyiapkan
empat brigade serang menuju Syam. Empat kelompok besar ini dipimpin oleh Yazid
bin Abi Sufyan, Syurahbil bin Hasnah, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan Amr bin
al-Ash. Kabar persiapan pasukan Arab Islam menuju Syam pun didengar oleh tuan
rumah Romawi. Heraclius menyiapkan sambutan untuk tamunya dengan pasukan yang
sangat besar. Lebih dari 120.000 pasukan disiapkan untuk menghadang pasukan
Islam dari segala penjuru. Mengetahui besarnya jumlah pasukan musuh,
panglima-panglima pasukan Islam berunding dan akhirnya bersepakat meleburkan 4
pasukan menjadi satu kelompok saja. Strategi ini diamini oleh Abu Bakar.
Strategi kaum muslimin juga direspon Romawi dengan
menyatukan pasukan besarnya di bawah pimpinan Theodoric, saudara Heraclius.
Jarak tempuh dua bulan perjalanan membuat panglima-panglima kaum muslimin
ketar-ketir dengan stamina pasukan mereka. Mereka khawatir jarak tersebut
membuat semangat tempur dan kesabaran pasukan menguap terpapar teriknya
matahari padang pasir. Ditambah lagi materi pasukan musuh yang besar dan
lengkap. Mereka pun meminta bantuan kepada Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq.
Surat permohonan bantuan tiba di Madinah. Setelah
bermusyawarah dan mengetahui detil keadaan di lapangan, Abu Bakar memandang
perlunya peralihan kepemimpinan pasukan. Perang besar ini butuh seorang
pemimpin yang cerdas strateginya dan berpengalaman. Ia memerintahkan agar Khalid
bin al-Walid yang berada di Irak berangkat menuju Syam. Abu Bakar perintahkan
Khalid membagi dua pasukannya. Setengah ditinggal di Irak dan setengah lagi
berangkat ke Syam. Pasukan Irak, Khalid serahkan kepad al-Mutsanna bin
Haritsah. Kemudian ia bersama pasukan lainnya berangkat menuju Yarmuk menambah
materi pasukan kaum muslimin di sana.
Strategi ini bertujuan agar aktivitas militer di Irak
berjalan. Dan pasukan di Syam pun mendapat bantuan.
Menajemen Pasukan
Saat Menuju Syam
Khalid menyiapkan batalyon yang kuat. Yang terdiri
dari para panglima pilihan. Seperti: al-Qa’qa’ bin Amr at-Tamimi, Dharar bin
al-Khattab, Dharar bin al-Azwar, Ashim bin Amr, dll. Sampai akhirnya
terkumpullha 10.000 pasukan berangkat menuju Syam.
Kecerdasan strategi militer Khalid dalam Perang Yarmuk
telah tampak sejak mula. Terlihat pada caranya memilih jalan menuju lembah
Yarmuk. Ia memilih melewati gurun-gurun yang bergelombang dan memiliki sumber
air yang langka, sehingga pergerakan pasukan tidak mencolok. Kontur tanah bergelombang
menyembunyikan pasukan dari penglihatan. Sementara sumber air langka membuat
orang-orang jarang tinggal atau melewati tempat tersebut. Sehingga kerahasiaan
pasukan bantuan pun tetap terjaga. Tentunya strategi ini membutuhkan pengenalan
detil terhadap kondisi alam.
Khalid mendiskusikan bagaimana solusi kebutuhan air
pasukan dengan penunjuk jalannya, Rafi’ bin Amirah. Rafi’ menyarankan agar
semua pasukan membawa air sekemampuan mereka masing-masing. Sedangkan kuda-kuda
mereka disiapkan sumber air sendiri. Mereka membawa 20 onta yang besar.
Onta-onta meminum air yang banyak. Kemudian pada saatnya nanti, mereka
disembelih dan dimanfatkan simpanan air di tubuh mereka untuk kuda-kuda yang
kehausan. Sedangkan dagingnya dimakan oleh pasukan.
Khalid memotivasi pasukannya dengan mengatakan, “Kaum
muslimin, jangan biarkan rasa lemah menjalari kalian. Dan rasa takut menguasai
kalian. Ingatlah, pertolongan Allah itu datang tergantung dengan niat. Dan
besarnya pahala itu tergantung pada kadar kesulitan. Seorang muslim wajib untuk
tidak khawatir terhadap sesuatu, selama Allah menolong mereka.”
Para pasukan menanggapi seruan Khalid, “Wahai Amir,
Allah telah mengumpulkan banyak kebaikan pada dirimu. Lakukanlah strategi yang
ada di benakmu dan berjalanlah bersama kami dengan keberkahan dari Allah”.
Rute perjalanan pasukan Khalid adalah Qarqarah Suwa,
Arch, Palmyra, al-Qaryatayn, Huwwarin, Marj Rahit, Bosra, dan tujuan terakhir
Yarmuk. Pasukan ini berjalan melibas padang pasir di saat malam, pagi, dan
menjelang siang. Karena di waktu-waktu tersebut cuacanya tidak panas. Selain
menghemat energi, cara ini juga menjaga penggunaan air agar tidak boros.
Strategi Perang
Yarmuk
Sebelum tiba di Yarmuk, pasukan Khalid bertemu dengan
pasukan Yazid bin Abi Sufyan, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Amr bin al-Ash, dan
Syurahbil bin Hasnah di Ajnadayn. Kemudian para panglima itu berkumpul dan
berdiskusi. Khalid mengatakan, “Jumlah pasukan musuh sekitar 240.000 orang.
Sedangkan total pasukan kita 46.000 orang. Namun Alquran yang mulia mengatakan,
“Betapa banyak
terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan
izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS:Al-Baqarah | Ayat:
249).
Tidak ada sejarahnya, perang dimenangkan semata-mata
karena banyaknya jumlah. Tapi kemenangan itu karena mereka beriman kepada yang
memerintahkannya, lurusnya niat, strategi untuk menang, dan persiapan.”
Setelah memahami gagasan-gagasan panglima yang lain
dan mengetahui bahwa pasukan Romawi bersatu di bawah komando Theodoric, Khalid
memantapkan pilihan menyatukan pasukan muslim di bawah satu komando pula.
Strategi ini juga menutup celah setan untuk memecah belah pasukan apabila
dipimpin oleh banyak pimpinan. Pada hari pertama perang, pasukan dipimpin oleh
Khalid. Hari-hari berikutnya panglima yang lain bergiliran menjadi pimpinan
pasukan.
Tidak diragukan lagi, Khalid sangat mumpuni dalam
mengatur strategi perang. Ia memenangi banyak perang di Jazirah Arab dan
berpengalaman menghadapi negara-negara besar. Kemampuannya mengeluarkan pasukan
dari keadaan kritis juga luar biasa. Dan strategi perangnya selalu berbuah
kemenangan.
Khalid mulai membagi pasukan Arab muslim menjadi 46
bataliyon. Setiap bataliyon terdiri dari 1000 pasukan dan dipimpin seseorang
yang tangguh di antara mereka. Kemudian ia mengelompokkan pasukan-pasukan itu
di jantung pasukan, sayap kanan, dan sayap kiri.
Jantung pasukan terdiri dari 15 bataliyon di bawa
pimpinan Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Pasukan sayap kanan juga terdiri dari 15
bataliyon yang dipimpin oleh Amr bin al-Ash dan Syurahbil bin Hasnah sebagai
wakilnya. Demikian juga pasukan sayap kiri terdiri dari 15 bataliyon yang
dipimpin oleh Yazid bin Abi Sufyan. Satu bataliyon lainnya berada di garis
belakang. Bataliyon ini diizinkan bergerak bebas, tergantung kondisi perang.
Pimpinan bataliyon akhir ini adalah Ikrimah bin Abi Jahl. Sementara Khalid bin
al-Walid berada di jantung pasukan, memimpin mereka semua dari posisi tersebut.
Setelah pasukan tertata rapi, ia menyemangati mereka untuk berjihad dan
bersabar dalam menghadapi musuh.
Khalid menyusun rencana, memerintahkan pasukannya
menunggu Romawi terlebih dahulu yang memulai peperangan. Ketika kuda-kuda
mereka sudah menyerang garis depan pasukan Islam, Khalid instruksikan agar
pasukan tetap membiarkan mereka leluasa hingga masuk jauh ke dalam sampai garis
belakang pasukan. Di belakang, mereka akan disergap pasukan kavaleri (pasukan
berkuda) kaum muslimin. Keadaan itu akan memecah pasukan infanteri Romawi dan
kavalerinya. Kaum muslimin pun bisa dengan mudah melibas infanteri Romawi.
Khalid memilih taktik difensif karena di belakang
mereka ada Kota Madinah yang harus dilindungi. Sedangkan orang-orang Romawi
lebih memilih menyerang dahulu karena mereka berada di lembah Yarmuk yang
dikelilingi oleh tiga bukit. Ketika orang-orang Romawi sampai di tempat itu,
kaum muslimin menyeberangi sungai hingga berada di sisi kanannya. Dan
orang-orang Romawi dikepung bukit sementara di hadapan mereka ada pasukan kaum
muslimin.
Saat fajar hari, tanggal 28 Jumadil Ula 13 H, mulailah
kaum muslmimin memprovokasi Romawi. Sesuai rencana Khalid, pasukan berkuda
Romawi memasuki garis depan pasukan Islam. Dan Khalid telah menyiapkan pasukan
berkuda untuk menghadapi mereka. Keadaan berjalan sesuai rencana.
Tentar-tentara Romawi diterkam oleh singa-singa Islam. Mereka lari kocar-kacir.
Ada yang menuju sungai. Ada pula yang memasuki jurang-jurang. Mereka kian
terpojok dan banyak yang tewas terbunuh.
Sedangkan pasukan infanteri Romawi berada dalam
keadaan terikat. Karena takut lari dari perang, pemimpin mereka merantai
pasukan pejalan kaki ini, satu rantai 10 orang. Rantai itu membuat mereka sulit
bergerak. Terlebih saat salah seorang dari mereka terluka atau tewas. Perang
berlangsung selama satu hari. Theodoric kabur dan akhirnya tewas terjerembab ke
dalam jurang.
Kerugian yang didapat kaum muslimin pada perang ini
sekitar 3000 pasukan terluka, sedangkan kerugian Romawi tak terhitung. Seorang
dari pasukan Khalid menyatakan bahwa kerugian yang diderita Romawi adalah 8000
orang Romawi tewas terjerembab di parit termasuk di antaranya Theodoric,
saudara Heraclius. Khalid berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menolong
hamba-hamba-Nya yang beriman”.
Sebelumnya, saat perang tengah berkecamuk, datang
seorang utusan dari Madinah yang mengabarkan bahwa Khalifah Abu Bakar
ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu wafat. Kaum muslimin telah sepakat
membaiat Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu sebagai penggantinya.
Utusan itu juga mengabarkan, Khalifah Umar mengganti Khalid bin al-Walid dengan
Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai panglima utama pasukan. Khalid sengaja
merahasiakan kabar ini, khawatir konsentrasi pasukan terpecah dan mengganggu
moral pasukan jika diberitahu saat perang terjadi. Setelah perang usai, Khalid
meletakkan jabatan dan memberikannya kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
“Sekarang, engkaulah panglima besar pasukan. Aku adalah prajuritmu yang bisa
dipercaya. Perintahkanlah aku, aku akan menaati,” kata Khalid kepada Abu
Ubaidah.
Wafatnya Panglima
Besar
Nama Khalid bin al-Walid telah terukir dalam sejarah
sebagai seorang panglima besar. Ia turut serta dalam perang-perang yang
mengubah perjalanan sejarah. Mampu menghatam negara adidaya yang sebelumnya tak
terkalahkan. Dan mengangkat martabat Daulah Islamiyah.
Setelah kemenangan di Yarmuk, Khalid memperingatkan
Raja Persia, Kisra, yang juga ingin memerangi Islam. Khalid mengatakan, “Masuk
Islamlah, pasti kau selamat. Jika tidak, sungguh aku akan datang menemui kalian
bersama orang-orang yang mendambakan kematian sebagaimana kalian mencintai
kehidupan”.
Saat membaca surat itu, Kisra merasa ciut. Ia mengirim
utusan ke Kaisar China untuk meminta bantuan. Kaisar China menanggapinya dengan
mengatakan, “Wahai Kisra, tidak ada daya bagiku menghadapi kaum yang seandainya
mereka ingin mencongkel gunung, niscaya mereka bisa melakukannya. Orang-orang
yang takut kepada Allah, maka Allah membuat segala sesuatu takut kepada
mereka”.
Di akhir hayatnya, ia hanya memiliki harta berupa
pedang dan kuda yang ia pakai untuk berjihad di jalan Allah. Saat itu ia
menangis, “Inilah keadaanku, akan wafat di atas kasurku. Padahal tidak satu
jengkal pun di tubuhku kecuali terdapat bekas sabetan pedang, atau tusukan
tombak, atau luka bekas anak panah yang menancap di jalan Allah. Aku mati
seperti seekor hewan. Padahal aku berharap mati syahid di jalan Allah. Karena
itu, jangan tidur mata-mata yang penakut”.
Benarlah firman Allah ﷻ,
“Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).”
(QS:Al-Ahzab | Ayat: 23).
Daftar Pustaka:
al-Qushair, Abdul Aziz bin Abdullah. 2013.
al-‘Abdqariyah al-‘Askariyah fi Syakhshiyati Khalid bin al-Walid.
No comments:
Post a Comment